Dalam narasi eskatologis Islam, dua nama muncul sebagai tokoh sentral akhir zaman: Nabi Isa ‘alaihissalam dan Dajjal. Yang pertama dikenal sebagai Al-Masih sang penyelamat, sementara yang kedua sering disebut sebagai Al-Masih Ad-Dajjal — sang pembohong besar. Menariknya, keduanya memiliki gelar yang sama: “Al-Masih“. Namun bagaimana bisa dua sosok yang begitu kontras, satu diutus membawa kebenaran dan yang lain pembawa fitnah, mendapat gelar serupa?
Misteri ini menyimpan pelajaran penting yang mendalam tentang hakikat kebenaran dan kebatilan — serta bagaimana keduanya terkadang tampak mirip di permukaan namun sejatinya bertolak belakang.
Al-Masih Isa bin Maryam: Sang Pembawa Kebenaran
Dalam tradisi Islam, Nabi Isa AS diberi gelar Al Masih karena beberapa alasan. Kata “masih” secara linguistik berasal dari akar kata masaha, yang berarti menyentuh atau mengusap. Ulama tafsir menjelaskan bahwa Nabi Isa mendapatkan julukan ini karena kemampuannya menyembuhkan orang sakit dengan izin Allah — cukup dengan menyentuh mereka, penyakit pun lenyap. Dalam pengertian lain, ia juga disebut Al-Masih karena Allah telah menyucikannya dari dosa dan kesalahan, serta membekalinya dengan mukjizat luar biasa sejak lahir.
Lebih jauh, Isa adalah utusan Allah yang dikirim kepada Bani Israil dengan membawa Injil, menyerukan tauhid dan hidup dalam kesederhanaan serta kasih sayang. Ia adalah salah satu dari lima nabi Ulul Azmi yang memiliki kedudukan agung. Keberadaan dan ajarannya telah menyinari dunia dengan keimanan, bahkan hingga kini sosoknya masih dihormati oleh tiga agama besar: Islam, Kristen, dan Yahudi.
Namun dalam pandangan Islam, Nabi Isa tidak wafat di kayu salib, melainkan diangkat ke langit oleh Allah dan akan diturunkan kembali ke bumi menjelang Hari Kiamat untuk membunuh Dajjal serta menegakkan keadilan.
Al-Masih Dajjal: Sosok Palsu yang Menyesatkan
Berbeda dengan Isa, Dajjal juga disebut Al-Masih — tapi dengan tambahan gelar Ad-Dajjal, yang berarti si pembohong besar. Lalu apa hubungan gelar Al-Masih dengan Dajjal?
Dalam beberapa penjelasan ulama, gelar ini disematkan pada Dajjal karena salah satu matanya buta atau tertutup — seolah “terusap” hingga rusak. Dalam hadis-hadis sahih, Dajjal digambarkan memiliki fisik mencolok: buta mata sebelah, bertubuh besar, dan memiliki tulisan kafir di dahinya yang hanya bisa dibaca oleh orang beriman.
Namun makna simbolik dari gelar itu lebih dalam. Dajjal dianggap sebagai “Al-Masih” karena dia adalah pemalsu kebenaran. Ia akan datang membawa berbagai keajaiban yang menipu mata manusia: menghidupkan orang mati, menurunkan hujan, bahkan membuat bumi mengeluarkan harta karunnya. Tapi semua itu hanyalah ilusi untuk menguji iman manusia.
Dengan tipu dayanya, Dajjal akan mengaku sebagai Tuhan, menyesatkan banyak orang hingga hanya orang-orang beriman dan teguhlah yang mampu bertahan dari fitnahnya. Ia adalah antitesis dari Isa — jika Isa adalah Al-Masih yang membawa petunjuk, maka Dajjal adalah Al-Masih yang membawa kesesatan.
Antara Dua “Al-Masih”: Kontras yang Sempurna
Perbandingan antara Isa dan Dajjal bukanlah tanpa makna. Justru di situlah letak keagungan hikmah Allah. Keduanya disebut Al-Masih, namun yang satu membawa cahaya, dan yang lain menebar kegelapan. Ini menggambarkan bahwa kebatilan kerap menyamar sebagai kebenaran. Fitnah Dajjal bukan hanya karena kekuatan fisiknya, tapi karena kemampuannya meniru cahaya kebenaran.
Dalam hadis-hadis sahih, Rasulullah SAW telah banyak memberi peringatan tentang bahaya fitnah Dajjal. Ia menyebut fitnah Dajjal sebagai fitnah terbesar sejak diciptakannya Adam. Untuk menghadapinya, umat Islam diperintahkan untuk memperbanyak doa, khususnya di akhir tahiyat shalat, agar dijauhkan dari kejahatannya.
Dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah bersabda:
“Tidak ada seorang nabi pun melainkan telah memperingatkan kaumnya dari si buta sebelah yang pendusta. Ingatlah, ia buta sebelah mata kanannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Kemenangan Al-Masih Sejati
Pada akhir zaman, Allah akan menurunkan kembali Nabi Isa AS untuk meluruskan segala kekacauan yang dibuat oleh Dajjal. Dalam narasi kenabian, disebutkan bahwa Isa akan membunuh Dajjal di Gerbang Ludd, di wilayah Syam. Setelah itu, ia akan memerintah dunia dengan keadilan, menghapus semua bentuk penyimpangan agama, dan menegakkan syariat Islam.
Ini menandai kemenangan Al-Masih sejati atas Al-Masih palsu. Simbol ini mempertegas pesan bahwa kebatilan akan runtuh ketika kebenaran ditegakkan, meskipun sebelumnya tampak kuat dan meyakinkan.
Penutup
Pemberian gelar “Al-Masih” kepada Isa dan Dajjal bukanlah kebetulan, melainkan pengingat bahwa kebenaran dan kebatilan bisa tampak serupa di permukaan. Hanya dengan keimanan, ilmu, dan keteguhan hati, seseorang bisa membedakan mana cahaya sejati dan mana cahaya palsu.
Dajjal adalah fitnah yang tak sekadar fisik, tetapi juga ideologi dan ilusi. Di tengah zaman yang penuh tipu daya, kita dituntut untuk tidak hanya percaya, tetapi juga waspada dan cerdas dalam memilah kebenaran.