Dalam perjalanan sejarah spiritual umat Islam, selalu muncul kisah-kisah menakjubkan yang mengiringi kehidupan para wali Allah. Cerita-cerita ini kerap menyentuh hal-hal luar nalar: seseorang berjalan di atas air, mengetahui hal-hal gaib, atau menyembuhkan penyakit tanpa perantara medis. Fenomena inilah yang disebut sebagai karamah para wali, sebuah keistimewaan yang diyakini datang langsung dari Allah, diberikan kepada hamba-Nya yang shaleh.
Namun, di balik pesona cerita-cerita karamah para wali yang menyebar di berbagai kitab klasik maupun kisah tutur umat, pertanyaan mengemuka: benarkah karamah itu nyata?
Apa Itu Karamah?
Karamah secara bahasa berarti kemuliaan. Dalam pengertian syariat, karamah adalah kejadian luar biasa yang terjadi atas izin Allah kepada seorang wali, bukan untuk menunjukkan kenabian, tetapi sebagai bentuk pemuliaan terhadap iman dan ketakwaannya. Tidak semua orang bisa mendapatkannya, dan tidak pula semua wali diberi karamah secara terbuka.
Menurut mayoritas ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah, karamah memang benar adanya dan merupakan bagian dari keyakinan Islam. Namun, ia bukan sesuatu yang dicari-cari. Justru para wali yang sejati cenderung menyembunyikan karamahnya, karena takut jatuh dalam ujub atau riya.
Perbedaan Antara Karamah dengan Mukjizat
Agar tidak rancu, penting memahami perbedaan antara karamah dengan mukjizat. Mukjizat adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah hanya kepada para nabi untuk membuktikan kebenaran risalah mereka. Sementara itu, karamah adalah keistimewaan yang bisa dialami oleh hamba Allah yang saleh, namun tidak memiliki misi kenabian.
Selain itu, mukjizat bersifat terbuka dan dapat disaksikan oleh khalayak ramai. Karamah, sebaliknya, sering kali terjadi secara personal dan kadang hanya disaksikan oleh orang-orang terdekat.
Ciri-Ciri Wali Pemilik Karamah
Para wali yang diberi karamah oleh Allah biasanya menunjukkan kehidupan yang sangat sederhana dan bersahaja. Mereka dikenal luas sebagai pribadi yang taat beribadah, konsisten dalam amal saleh, menjauhi maksiat, dan menaruh seluruh hidupnya dalam ridha Allah.
Wali sejati tidak mengejar popularitas. Bahkan, sebagian besar dari mereka tidak pernah menyadari bahwa mereka memiliki karamah. Kalaupun ada peristiwa luar biasa yang terjadi melalui tangan mereka, mereka selalu menyandarkannya kepada kehendak Allah, bukan kemampuannya sendiri.
Contoh Karamah Para Wali dalam Sejarah Islam
Sejarah mencatat berbagai tokoh yang dikenal sebagai wali Allah dengan karamah yang melegenda. Salah satu kisah yang sering disebut adalah kisah Umar bin Khattab yang bisa melihat medan perang dari jarak jauh dan memperingatkan pasukan Islam dengan seruannya yang terdengar hingga ke tempat jauh.
Ada juga kisah Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani yang diceritakan mampu menyelamatkan muridnya dari bahaya dengan doa, atau kisah Imam Hasan Al-Basri yang doanya mampu menurunkan hujan dalam kondisi kekeringan ekstrem. Namun perlu dicatat, kisah-kisah ini tidak dimaksudkan untuk menjadikan seseorang tokoh kultus, tetapi untuk menunjukkan bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Pandangan Kritis terhadap Karamah
Di sisi lain, tidak sedikit yang meragukan eksistensi karamah. Sebagian orang berpandangan bahwa kisah-kisah karamah kerap dilebih-lebihkan atau bahkan dibumbui dengan hal-hal mitologis demi membangkitkan kekaguman. Hal ini tentu menjadi pengingat bahwa tidak semua cerita tentang karamah layak dipercaya mentah-mentah. Islam sangat menekankan pentingnya akal sehat dan verifikasi informasi (tabayyun), terutama dalam hal yang bersifat luar biasa.
Islam juga melarang keras penggunaan kisah karamah untuk kepentingan duniawi, seperti mencari pengaruh, kekuasaan, atau keuntungan ekonomi. Jika ada seseorang yang mengaku punya karamah dan menjadikannya sebagai alat komersial atau kultus diri, maka hal itu patut dicurigai dan dikritisi.
Karamah dalam Perspektif Spiritualitas
Meskipun karamah bukan bagian dari rukun iman, mempercayainya dapat memperkuat keyakinan akan keagungan Allah dan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba pilihan-Nya. Namun, karamah bukan tujuan akhir dari spiritualitas. Tujuan sejati dari seorang Muslim adalah mencapai ridha Allah, bukan mencari keajaiban atau pengakuan dari sesama manusia.
Dalam tasawuf, karamah dianggap sebagai efek samping dari hubungan yang intens antara seorang hamba dan Tuhannya. Bahkan, para sufi besar seperti Imam Al-Ghazali mengingatkan bahwa karamah bisa menjadi ujian keimanan. Ketika seseorang mulai merasa dirinya lebih tinggi karena karamah, maka ia telah terjebak dalam kesombongan spiritual.
Kesimpulan
Karamah adalah salah satu bentuk kemurahan Allah kepada hamba-Nya yang saleh. Ia bukan fiksi, melainkan realita yang diakui oleh ulama Islam sepanjang zaman. Namun, tidak semua orang bisa memahaminya dengan jernih. Untuk itu, umat Islam diajak agar tidak terjebak dalam pengagungan berlebihan terhadap tokoh yang diyakini memiliki karamah.
Iman, amal, dan akhlak tetap menjadi ukuran utama dalam Islam. Karamah para wali, jika terjadi, biarlah menjadi rahasia indah antara seorang hamba dan Tuhannya. Yang penting adalah terus berusaha menjadi hamba yang diridhai, tak peduli apakah kita diberi keistimewaan lahiriah atau tidak.